News
    ROKOK DAN TBC: DUA ANCAMAN SERIUS BAGI GEN Z

    ROKOK DAN TBC: DUA ANCAMAN SERIUS BAGI GEN Z

    Rokok menjadi salah satu faktor utama yang meningkatkan risiko tuberkulosis (TBC). Bahaya rokok sebagai pintu masuk penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis ini menjadi sorotan dalam talkshow bertema “Your Lungs, Your Choice: Membangun Generasi Muda untuk Bebas dari Rokok dan TBC” yang digelar di Jakarta pada 22 November 2024.

    Ketua Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), Yani Panigoro, menegaskan komitmen PPTI untuk mencetak generasi muda yang sehat dan bebas TBC.

    “Gen Z adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Jadi harus sehat, bebas TBC, dan jauh dari rokok,” ujar Yani.

    Sebagai organisasi masyarakat yang mendukung pemerintah dalam penanggulangan TBC, PPTI secara rutin mengadakan edukasi dan advokasi, khususnya kepada Gen Z, agar lebih sadar akan bahaya TBC.

    “Dengan pendekatan yang tepat, edukasi tentang bahaya TBC akan lebih mudah diterima oleh remaja,” tambah Yani.

    Rokok dan Risiko TBC

    Dalam talkshow tersebut, dr. Agi Hidjri Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P, menjelaskan bahwa TBC adalah penyakit menular yang mematikan. Selain TB Sensitif Obat, terdapat juga TB Resisten Obat dan TB XDR, yaitu TBC yang resisten terhadap semua obat. “Perokok memiliki risiko dua kali lebih besar terkena TBC dibandingkan bukan perokok, dan kebiasaan merokok memperburuk kondisi penderita TBC. Sementara itu, pada perokok pasif, risiko ini bahkan meningkat hingga 4,5 kali dibandingkan orang yang tidak terpapar asap rokok,” papar dr. Agi.

    Ia menambahkan bahwa kandungan zat berbahaya dalam rokok dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh, serta merusak silia di saluran pernapasan yang berfungsi mengeluarkan kuman, bakteri, dan virus.

    Berdasarkan data Global TB Report 2023, Indonesia menempati posisi kedua dengan jumlah kasus TBC terbanyak di dunia, setelah India. Setiap tahun, diperkirakan terdapat 1.060.000 kasus TBC dan 134.000 kematian akibat penyakit tersebut di Indonesia.

    “Saya mengajak Gen Z untuk terlibat memutus mata rantai TBC melalui gaya hidup sehat, tidak merokok, dan TOSS TB: Temukan, Obati, Sampai Sembuh TBC!” seru dr. Agi.

    Kampus sebagai Kawasan Tanpa Rokok

    Aktivis antirokok, Rama Tantra S. Solikin, SKM, turut menyoroti bahwa Indonesia memiliki 70 juta perokok aktif, dengan 56,5% di antaranya berusia 15–19 tahun.

    “Kampus seharusnya menjadi kawasan tanpa rokok. Sudah saatnya kita memutus mata rantai merokok,” tegas Rama.

    Menghapus Stigma TBC

    Faradiba Zalika Fatah, S.Ked, seorang penyintas TBC XDR, berbagi pengalaman saat menjalani pengobatan.

    “Pengobatan TBC itu berat, apalagi untuk kasus TBC resisten obat seperti saya. Efek sampingnya luar biasa, mulai dari mual hingga muntah setiap hari. Tapi, dengan dukungan keluarga, saya tidak menyerah hingga akhirnya sembuh total,” kenangnya.

    Ia mengimbau masyarakat untuk berhenti memberikan stigma kepada pasien TBC. “Jangan kucilkan pasien TBC. Mereka butuh dukungan keluarga, lingkungan, dan kita semua untuk sembuh,” pesan Faradiba.

    Sinergi untuk Eliminasi TBC 2030

    Target eliminasi TBC pada 2030 hanya bisa tercapai dengan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat. Diperlukan kolaborasi antara pengendalian konsumsi rokok dan penanggulangan TBC, seperti:

    • Dukungan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) bagi penderita TBC,
    • Implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR),
    • Menciptakan rumah bebas asap rokok, dan
    • Memasukkan terapi pengganti nikotin dalam layanan penanganan TBC.

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *