
Obat HIV, TB & Malaria Dihentikan AS
Prof Tjandra Yoga Aditama : Ini 3 Hal Yang Sebaiknya Dilakukan Indonesia
Pada 28 Januari 2025 kantor berita internasional Reuters menurunkan berita berjudul “Trump order set to halt supply of HIV, malaria drugs to poor countries, sources say”, yang kemudian banyak dikutip media massa nasional kita.
Pada 28 Januari 2025, World Health Organization (WHO) juga mengeluarkan pernyataan resmi tentang potensi ancaman kesehatan global pada orang yang hidup dengan HIV sebagai akibat penghentian anggaran untuk program ini. Selain HIV yang secara spesifik disebut WHO, mungkin saja akan ada dampak pada program pengendalian tuberkulosis di dunia, dan juga di negara kita.
Sebenarnya, berita Reuters menyebutkan bahwa yang dihentikan bukan hanya bantuan obat untuk HIV, TB, dan Malaria, tetapi juga berbagai produk kontrasepsi dan kesehatan ibu dan anak. Disebutkan bahwa semua penghentian bantuan ini sejalan dengan kebijakan penghentian sementara (pause) selama 90 hari dari dukungan bantuan ke luar negeri (foreign development assistance) oleh Amerika Serikat, termasuk kesehatan.
Sehubungan berita tentang penghentian bantuan (sementara setidaknya 90 hari ke depan) obat-obatan HIV, TB, dan Malaria dari Pemerintah Amerika Serikat, ada tiga hal yang perlu diantisipasi di negara kita.
Pertama, perlu segera diidentifikasi berapa besar obat-obatan untuk ketiga penyakit itu datang dari bantuan langsung pemerintah AS yang kini digunakan di negara kita untuk para masyarakat, pasien dan mereka yang memerlukannya. Yang diberitakan di media menyebutkan bahwa kontraktor dan rekan yang bekerja dengan United States Agency for International Development (USAID) menerima memo untuk menghentikan kegiatannya.
Jadi kita perlu tahu pasti berapa besar masyarakat dan pasien kita menerima obat mereka dari kontraktor dan rekanan USAID ini. Kalau sudah ada jumlah dan proporsinya yang jelas makan sebaiknya diumumkan ke publik, agar tidak terjadi keresahan.
kedua , mungkin saja masyarakat dan pasien kita menerima obat mereka dari sumber luar negeri lain selain dari AS. mungkin dari badan internasional lain, seperti Global Fund AIDS TB Malaria (GF ATM), yang bukan tidak mungkin obatnya bukan hanya dari AS. Atau mungkin juga ada masyarakat dan pasien kita yang menerima obat dari negara lain di luar AS, atau Pemerintah menjajaki hubungan kerja sama dengan negara di luar AS untuk mendapatkan obat-obat ini. Hasil kerja sama ini juga perlu diumumkan ke publik.
Ketiga, pemerintah dapat memanfaatkan obat yang di produksi dalam negeri secara maksimal. Tentu yang mutunya sudah terjamin dan sebaiknya sudah melewati proses WHO PQ (pre qualification) pula. Pemerintah harus menyediakan anggaran ekstra untuk membeli obat-obat ketiga penyakit ini dari berbagai pabrik di berbagai negara, baik dari Asia maupun dari Eropa, kalau memang diperlukan. Pendekatan ketiga ini juga perlu segera diumumkan luas ke masyarakat.
Masalah penghentian obat untuk HIV, TB dan Malaria dari Amerika Serikat yang terjadi pada masa 100 hari pemerintah Presiden Prabowo Subianto tentu jadi salah satu tantangan kesehatan penting. Yang paling utama kini adalah upaya maksimal harus dilakukan agar masyarakat dan pasien kita yang memerlukan obat-obat ini jangan sampai putus di tengah jalan, yang berakibat buruk pada penularan penyakit tuberkulosis dan HIV di masyarakat kita.
Semoga informasi yang jelas tentang betapa besar masalahnya dan berapa masyarakat dan pasien kita yang akan terdampak dengan penghentian obat dari AS ini, dan ada upaya konkret yang akan sudah dilakukan untuk menyelamatkan mereka yang membutuhkan berbagai obat amat sangat penting ini.
- Direktur Pasca Sarjana Univeristas YARSI
- Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara
- Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes
- Penerima Rakyat Merdeka Award 2022 bidang Edukasi dan Literasi Kesehatan Masyarakat
- Penerima Rekor MURI April 2024 penulis artikel Covid-19 terbanyak di media massa